Selasa, 14 Juni 2016

KEPAILITAN


      Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

1.    Definisi

Definisi pailit atau bangkrut menurut Black’s Law Dictionary adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung mengelabuhi pihak kreditornya. Sementara itu, dalam Pasal 1 butir 1, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang – undang ini. Pasal 1 butir 4, debitor pailit adalah debitor yang dinyatakan pailit dengan keputusan pengadilan.

2.    Peraturan Perundangan Mengenai Kepailitan

Sejarah perundang – undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissment en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staadblads 1906 No. 348 Fallissementverordening. Pada tanggal 20 April 1998, pemerintah telah menetapkan Peraturan Perundangan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang – Undang tentang Kepailitan yang kemudian disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang – Undang, yaitu Undang – Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang – Undang tentang Kepailitan tanggal 9 September 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135).

3.    Pihak yang Dapat Mengajukan Pailit

·         Atas permohonan debitur sendiri
·         Atas permintaan seorang atau lebih kreditur
·         Kejaksaan atas kepentingan umum
·         Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
·         Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

4.    Syarat Yuridis Pengajuan Pailit Adanya hutang

·         Minimal satu hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
·         Adanya debitur
·         Adanya kreditur (lebih dari satu kreditur)
·         Permohonan pernyataan pailit
·         Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga

5.    Langkah – Langkah dalam Proses Kepailitan

      i.        Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis di atas.
    ii.        Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.
   iii.        Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang – piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berupa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing – masing kreditur.
   iv.        Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan.
    v.        Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
   vi.        Insolvensi, yaitu suatu keadaan di mana debitur dinyatakan benar – benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlah dengan hutangnya.
  vii.        Pemberesan / likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitur pailit, yang dibagikan kepada kreditur konkruen, setelah dikurangi biaya – biaya.
viii.        Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada.
   ix.        Kepailitan berakhir.

6.    Contoh Kasus Kepailitan

TPI pertama kali mengudara pada 1 Januari 1991 selama 2 jam dari pukul 19.00-21.00 WIB. TPI diresmikan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1991 di Studio 12 TVRI Senayan, Jakarta. Secara bertahap, TPI mulai memanjangkan durasi tayangnya. Pada akhir 1991, TPI sudah mengudara selama 8 jam sehari. TPI didirikan oleh putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT Cipta Lamtoro Gung Persada. Stasiun televisi yang akrab dengan masyarakat segmen menengah bawah ini harus diakui tidak memiliki kinerja keuangan yang baik, terutama ketika TPI kemudian memutuskan keluar dari naungan TVRI dan beralih menjadi stasiun musik dangdut pada pertengahan 1990-an. Secara berangsur-angsur kinerja keuangan memburuk, utang-utang pun kian menumpuk. Pada tahun 2002, posisi utang TPI sudah mencapai Rp 1,634 triliun, jumlah yang sangat besar untuk periode tahun itu.
Tahun 1996 TPI yang masih dipegang oleh pemilik lama mengeluarkan Subordinated Bonds (Sub Bonds) sebesar USD53 juta. Sub Bonds tersebut pertama kali dibeli oleh Peregrine Fixed Income Ltd dengan cara membayar USD53 juta pada 26 Desember 1996. Namun esoknya pada 27 Desember 1996, dengan jumlah yang sama ditransfer kembali ke rekening Peregrine Fixed Income Ltd. Setelah dilunasi oleh TPI, dokumen dokumen asli Sub Bond tersebut disimpan oleh pemilik lama yang diduga diambil secara tidak sah oleh Shadik Wahono (yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Citra Marga Nusaphala Persada).
Tahun 2004 Diketahui bahwa dokumen-dokumen Sub Bond yang sudah dilunasi oleh TPI diperjualbelikan dari Filago Ltd kepada CCGL pada 27 Desember 2004. Ini menandakan bahwa dokumen asli Sub Bonds yang diambil oleh pemilik lama diperjualbelikan. Transaksi jual beli Sub Bonds antara Filago Ltd dengan CCGL hanya menggunakan promissory note sehingga tidak ada proses pembayaran.
Pertengahan 2009 PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dimohonkan pailit di Pengadilan Niaga pada  Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) karena dinilai belum membayar surat utang (obligasi) senilai  53 juta USD kepada PT Crown Capital Global Limited selaku pemegang hak tagih piutang tersebut dengan perkara No.31/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST, tertanggal 19 Juni 2009. Pemohon, dalam permohonan pailitnya, mengklaim termohon mempunyai kewajiban yang telah jatuh tempo. Untuk terpenuhinya unsur-unsur pasal 2 (1) UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pemohon juga menyertakan kreditur lainnya yakni Asian Venture Finance Limited dengan tagihan US$10,325 juta, di luar bunga, denda, dan biaya lainnya.
Menurut PT Crown, TPI memiliki surat utang yang diterbitkan pada tahun 1996 dengan masa berlaku 10 tahun sehingga sudah jatuh tempo pada 24 Desember 2006, namun tidak kunjung dibayarkan. PT Crown menjadi kreditur TPI karena telah membeli surat utang tersebut dari pemegang sebelumnya, yakni PT Fillago Limited pada tahun 2004. Karena sudah mengantongi hak tagih itu, seharusnya TPI membayar utangnya, sejak jatuh tempo berakhir.
Dalam penerbitan obligasi tersebut, PT Bhakti Investama menjadi placement agent atau agen penempatan dan arranger. Crown mengajukan permohonan pailit dengan membawa bukti bahwa TPI memiliki kreditur lain, sehingga memenuhi persyaratan mengajukan pailit kepada Pengadilan Niaga. Utang yang lain, dimiliki oleh Asian Venture Finance Limited sejak November 1998 sebesar 10,325 juta dollar AS, yang telah jatuh tempo pada 1999. Karena itu, pihak PT Crown mengajukan pailit kepada TPI.
14 Oktober 2009 Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan PT Cipta Televisi  Pendidikan Indonesia (TPI) dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya. 21 Oktober 2009 Perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo PT Media Nusantara Citra (MNC) ikut masuk dalam proses kasasi atas putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah mempailitkan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) karena takut rugi dalam pembagian harta pailit.
16 November 2009 PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memutuskan TPI sebagai perusahaan yang pailit kepada Komisi Yudisial.
12 Desember 2009 Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk mengabulkan permohonan kasasi atas putusan pailit PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (PT CTPI). dalam putusan No. 834 K/Pdt.Sus/2009, majelis kasasi menyatakan pembuktian kasus pailit TPI tidak sederhana lantaran eksistensi adanya utang masih dalam konflik. 23 Desember 2009 Advokat Marthen Pongrekun dan Andi F Simangunsong yang telah memberikan pengumuman di salah satu media massa, mengenai status PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) yang sudah tidak di bawah kurator, dilaporkan ke Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Kuasa hukum PT Crown Capital Global Limited Ibrahim Senen menyatakan seluruh pihak hingga saat ini, termasuk hakim pengawas dan kurator belum mendapatkan salinan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan pailit TPI. Selain itu, PT Crown Capital Global Limited juga melaporkan PT Media Nusantara Citra (MNC) Tbk kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) atas dugaan rekayasa laporan keuangan anak perusahaannya PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia. Pasalnya, surat utang dengan hak tagih yang dikeluarkan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) senilai 53 juta USD, milik kliennya itu, telah terungkap dalam rapat verifikasi tertanggal 15 Desember 2009 sebagai milik Santoro Corporation.
25 Maret 2010 Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali Crown Capital Global Limited untuk kembali memailitkan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).
ANALISIS
Dari penjelasan tentang kepailitan diatas, dapat dianalisis bahwa kepailitan dapat dibilang sebagai suatu kebangkrutan dan  merupakan hal yang wajar bagi setiap perusahaan, baik perusahaan yang kecil maupun perusahaan yang besar. Perusahaan  yang besar pun belum tentu terhindar dari kepailitan bahkan mungkin makin besar tingkat kepailitan perusahaan besar tersebut, seperti halnya beberapa kasus kepailitan banyak juga terjadi di dalam perusahaan besar. Kepailitan telah diatur dalam perundangan-undangan, tidak semua pihak bisa mengajukan kepailitan, hanya pihak – pihak tertentu yang yang bisa melakukan kepailitan. Pihak tersebut juga harus memenuhi persyaratan pailit dan mengikuti langkah – langkah dalam proses pailit.
Dari indikasi tersebut jika dikaitkan dengan contoh kasus, makelar kasus kepailitan TPI menjadi MNCTV diambang kebangkrutan karena memiliki hutang sebesar 1,634 triliun pada 2002 silam namun setelah terjadi kesepakatan kalau Henry Tanoesoedibjo akan membayar sebagian utangnya dan sebagai gantinya henry tanoesoedibjo mendapatkan kompensasi 75% saham TPI namun walau sudah dibayar sebagian utangnya keuangan TPI masih belum stabil dan dianggap pailit dan pada 2010 TPI mengubah nama, logo & merk menjadi MNCTV. Di tengah persaingan industri pertelevisian yang semakin ketat MNCTV berhasil mencapai posisi 1 dengan 16,6% audience share. Pada 2013, dan kini MNCTV semakin berjaya


Sumber  :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar